Berikut ini saya telah merangkum 5 produk yang seakan-akan ‘meledak’
di Indonesia. Tiba-tiba saja semua orang membicarakannya,
menggunakannya, dan secara tidak langsung mempromosikan produk-produk
tersebut. Nah, Anda bisa belajar bagaimana strategi mereka untuk membuat
produknya booming dan melesat dalam kurun waktu yang lumayan singkat.
1. MAICIH
Maicih adalah pelopor keripik singkong di Indonesia. Maicih
dipopulerkan oleh Reza Nurhilman dan diluncurkan pertama kali bulan Juni
2010. Modal yang dikeluarkan Reza waktu itu hanya 2 juta rupiah. Kini,
dalam sehari ia bisa mendapat 33 juta rupiah. Bahkan, produk-produk
Maicih sekarang dapat ditemukan di supermarket Giant.
Bagaimana bisa begitu? Hal ini karena Reza menggunakan strategi pemasaran yang berbeda dengan penjual keripik singkong lainnya.
Reza memanfaatkan word of mouth melalui jejaring sosial yang sedang booming saat itu, Twitter.
Pengguna internet di Indonesia pada waktu itu telah mencapai 45 juta
pengguna. Hal ini bisa diartikan penduduk Indonesia sudah ‘melek’
internet.
Lewat akun Twitter, Reza menggaet reseller yang dia sebut
Jenderal. Para jenderal ini ada di setiap daerah, dahulu yang hanya di
kota-kota besar saja kini sudah merembet ke pelosok desa. Para reseller
ini bisa meraup keuntungan hingga 10 juta tiap bulannya. Setiap berada
di suatu lokasi, para jenderal akan menginformasikan hal tersebut di
dalam akun Twitter @infomaicih. Penggemar Maicih yang disebut Icihers
ini bisa berburu langsung menuju ke lokasi.
Pelajaran:
Gunakan social media untuk menciptakan strategi pemasaran yang unik. Strategi word of mouth melalui jejaring sosial sangatlah murah dan efektif. Maicih menggunakan social media ini untuk membuat orang-orang penasaran dan mengejar-ngejar produknya.
2. Dian Pelangi & Hijabers Community
Dian Pelangi dan komunitasnya ini membawa angin segar di dunia fashion
khusus untuk muslimah. Penampilan para muslimah yang cenderung kuno
membuat Dian tergerak untuk membantah hal tersebut dengan menciptakan
desain baju dan kerudung muslimah yang variatif, modern, stylish namun diklaim tetap syar’i.
Namun, pebisnis muslimah tentu saja tidak bisa sendirian mengubah trend. Dia mengumpulkan teman-temannya yang mempunyai tujuan yang sama dan berdirilah Hijabers Community.
Pada akhirnya, komunitas ini sangat berguna untuk mendongkrak penjualan dan brand dari masing-masing anggotanya, yang kebanyakan akhirnya meluncurkan lini fashion muslim masing-masing. Mereka bergantian memakai baju hasil desain teman-teman sekomunitas dan memasang di blog mereka.
Ketika nama Hijabers membumbung tinggi dan mempunyai pengaruh cukup
besar di lingkungan lainnya, tidak hanya komunitas itu yang terangkat,
tetapi juga brand fashion yang dimiliki oleh anggotanya.
Sebut saja Dian Pelangi, Ria Miranda, Jenahara, Restu Anggraini dan lain sebagainya. Mereka adalah pemilik brand yang cukup terkenal di kalangan muslimah Indonesia.
Pelajaran:
Komunitas yang tepat bisa menjadi ‘dongkrak’ untuk brand
Anda. Kumpulkan teman-teman yang punya satu tujuan sama dan bergeraklah
bersama-sama mereka. Ini lebih baik daripada Anda harus ‘menaikkan’
brand Anda sendirian.
3. Rainbow Cake
Kue berlapis-lapis dengan warna yang menarik ini sempat sangat booming beberapa waktu lalu. Sebenarnya rainbow cake hanyalah sejenis sponge cake biasa yang dimodifikasi di bagian bentuk dan warna.
Rainbow cake pertama kali diciptakan oleh seorang mahasiswi Amerika Serikat bernama Kaitlin Flannery.
Kaitlin ingin memberi kejutan untuk sahabatnya yang berulang tahun.
Sahabatnya tersebut sangat menyukai pelangi. Akhirnya dia membuat kue
berlapis-lapis yang menciptakan pelangi ketika dipotong.
Kue buatannya itu ia pajang dalam blog pribadinya. Ternyata, kue buatan Kaitlin tersebut ramai dibicarakan orang-orang di social media. Sebuah acara televisi Amerika Serikat, Martha Stewart Show, akhirnya mengundang Kaitlin untuk memperagakan pembuatan rainbow cake tersebut. Kue itu akhirnya makin terkenal hingga sampai ke Indonesia.
Pelajaran:
Sebelum mulai meluncurkan produk Anda, gunakan social media, blog, atau media lain untuk mengetahui bagaimana reaksi pasar mengenai produk tersebut.
4. Blackberry
Blackberry pertama kali dibawa ke Indonesia oleh operator seluler Indosat, kemudian menyusul XL dan Telkomsel.
Sejak pertama kali diluncurkan, Blackberry menjadi booming.
Menggunakan Blackberry sudah menjadi bagian dari gaya hidup yang ‘wah’
karena para selebriti Hollywood juga menggunakan ponsel tersebut untuk
keperluan sehari-hari.
Selain itu, ada beberapa faktor lain yang membuat Blackberry
‘meledak’ di Indonesia. Handono Warih, salah satu General Manager XL,
mengatakan bahwa Blackberry dianggap sebagai suatu teknologi yang baru.
Orang-orang mungkin sudah bosan dengan handphone Nokia, kemudian
Blackberry muncul membawa terobosan baru yaitu smartphone yang berbasis keypad QWERTY.
Selain itu, munculnya Blackberry telah didukung oleh layanan dari
operator seluler dan kemampuan konsumen yang memadai. Karena pada saat
diluncurkan di Indonesia, pengguna ponsel di Indonesia sudah mencapai
200 juta pengguna.
Pelajaran:
Think without the box! Keluarlahh dari ‘jalur’ yang
digunakan kebanyakan orang. Bila orang berpikir tentang warna-warni,
pikirkanlah tentang monokrom, misalnya. Buatlah angin segar bagi trend yang hanya itu-itu saja.
5. Android Operating System
Saat ini, ponsel dengan sistem operasi Android sudah sangat marak di
Indonesia. Pada pertengahan 2012, jumlah pengguna Android meningkat
1500% dibandingkan akhir tahun 2011. Hal ini dipengaruhi faktor harga
Android yang semakin murah. Ketika pertama kali muncul tahun 2010, harga
Android ada di kisaran 6 juta.
Ketika Android belum begitu marak, Nexian mengeluarkan ponsel
berbasis Android pertamanya yang disebut Nexian Journey. Harganya waktu
pertama kali diluncurkan adalah 3 juta-an.
Akhirnya Nexian gencar mempromosikan produknya tersebut. Nexian
Journey bisa dicicil dengan kartu kredit tertentu dengan nilai
Rp88.000,- per bulan selama setahun. Promo ini memicu peningkatan
pengguna Android di Indonesia. Konsumen mulai melirik ponsel-ponsel
berbasis Android lainnya.
Pelajaran:
Diskon gila-gilaan membuat konsumen akan tertarik mencoba, meskipun
produk tersebut masih asing bagi mereka. Saat itu Android belum populer,
harga smartphone-nya sangat mahal padahal konsumen butuh edukasi mengenai produk tersebut.